Pengaruh Pelatihan terhadap Motivasi Menggunakan E-learning

Manusia memberikan makna pada informasi yang diterimanya sesuai dengan persepsi dan kerangka perseptualnya. Tanpa pemaknaan oleh organisme, sebuah pesan tidak akan memiliki arti, dengan demikian manusia dianggap sebagai suatu organisme yang aktif mencari dan mengolah stimulus yang diterimanya (Liliweri, 1994 : 88). Teori pengolahan informasi yang dibentuk oleh konsepsi psikologi kognitif (Rakhmat, 1985: 22), juga memandang manusia sebagai makhluk yang aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli, sehingga ia selalu berusaha memahami lingkungannya, maka manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang selalu berpikir.

Psikologi kognitif menganalisis gejala-gejala kehidupan mental (psikis) yang berkaitan dengan cara berpikir manusia (Syah, 2002 : 2), selain itu juga dinyatakan bahwa pikiran atau jiwa manusialah yang mengisyaratkan kapasitas dan sejauh mana manusia sadar akan diri mereka sendiri, siapa dan apa mereka, objek di sekitar mereka dan makna objek tersebut bagi mereka (Mulyana, 2001 : 84). Sehingga manusia tidak merespon rangsangan secara otomatis namun respon muncul setelah melalui proses pemaknaan dalam pikiran manusia.

Pemberian makna pada rangsangan (sensory stimulation) disebut persepsi. Travers menyatakan, persepsi adalah proses penerimaan informasi dari lingkungan sekitar (Yusup, 1990 : 58). Proses persepsi bersifat kompleks, rangsangan pesan akan diterima dan diatur secara proximity dan closure oleh alat indera serta ditafsirkan dan dievaluasi oleh pikiran organisme (De Vito, 1996 : 75-76), yang melibatkan atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori, maka pengalaman organisme tentang objek, peristiwa atau informasi akan disimpulkan dan ditafsirkan oleh pikiran organisme menjadi sebuah persepsi dalam proses pembelajaran, lalu disimpan di dalam memori dan akan menjadi pengetahuan. Informasi mengenai E-learning ditetapkan menjadi sebuah pengetahuan dalam proses pembelajaran yang melibatkan faktor atensi, ekspekstasi, dan memori peserta pelatihan yang dapat menumbuhkan motivasi menggunakan E-learning dalam proses belajar mengajar.

Komunikasi yang terjadi diantara pengajar dan pihak yang diajari disebut sebagai komunikasi pembelajaran atau komunikasi instruksional (Yusup, 1990 : 18). Komunikasi instruksional adalah memberikan pengetahuan atau informasi khusus dengan maksud melatih dalam berbagai bidang khusus, memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang seni atau spesialisasi tertentu. Maka komunikasi yang terjadi pada proses pelatihan yang mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian di antara pengajar dan yang diajari dapat menggunakan pola komunikasi instruksional.

Di dalam proses belajar keterampilan dibutuhkan praktek atau latihan yang bersifat transfer keahlian, pelatihan adalah salah satu unsur pelaksanaan proses pengajaran terutama pengajaran keterampilan ranah karsa. Pelatihan menurut Chaplin merupakan pengembangan potensi dan kemampuan manusia secara menyeluruh yang pelaksanaannya menggunakan cara mengajarkan pelbagai pengetahuan dan kecakapan (Syah, 2002 : 35), maka pelatihan E-learning dapat dikatakan sebagai kegiatan untuk mendayagunakan peserta pelatihan secara tepat agar dapat memiliki keahlian dalam bidang multimedia dan pedagogik sehingga menimbulkan motivasi di dalam dirinya untuk menggunakan E-learning sebagai salah satu metode yang dipakainya dalam sistem pengajaran.

Di dalam proses pembelajaran seperti yang terjadi di dalam komunikasi instruksional, melibatkan unsur sumber dan penerima sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Komunikan tidak akan mempercayai isi pesan yang disampaikan oleh komunikator yang dianggap tidak memiliki kredibilitas maka di dalam setiap proses komunikasi kredibilitas komunikator akan mempengaruhi efektivitas penyampaian pesan kepada komunikan. Kredibilitas instruktur mencakup unsur kompetensi adalah knowledgeable, experienced, confident dan informed, sedangkan yang termasuk ke dalam aspek karakter adalah fair, concerned, consistent dan similar, aspek terakhir yang menjadi unsur karisma antara lain positive, assertive, enthusiastic dan active (DeVito, 1997 : 460-461).

Proses pelatihan E-learning bersifat menambah wawasan, menumbuhkan kecintaan, dan melatih keterampilan melalui komunikasi yang dialogis dan mengandung unsur kesamaan yang diharapkan dapat menimbulkan motivasi, membutuhkan metode pengajaran tertentu dari instruktur (lecturer). Metode pelatihan dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, serta diskusi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman pengetahuan, pemahaman aplikasi dan pemahaman analisis, sintesis serta evaluasi (Syah, 2002 : 202).

Di dalam proses pembelajaran harus ada kebutuhan yang menjadi motif penggerak di dalam diri individu, karena motif memiliki peranan di dalam membentuk sikap menuju perilaku sosial bahkan sangat menentukan (Rakhmat, 1985 : 46). Untuk itu di dalam upaya menumbuhkan motivasi di dalam diri peserta pelatihan E-learning, motif untuk menggunakan E-learning harus dimiliki dan harus menjadi suatu kebutuhan yang dapat mendorong tumbuhnya motivasi peserta pelatihan E-learning.

Jika mencoba menelaah lebih jauh mengenai E-learning, dapat dikatakan bahwa E-learning (Electronic Learning) merupakan sebuah media untuk proses pembelajaran jarak jauh yang dapat dijadikan sebagai perangkat penunjang proses belajar mengajar dan dapat menutupi beberapa masalah seperti waktu dan jarak (Firmansyah&Mahendra, 2004). Sebelumnya E-learning dikenal dengan sebutan pembelajaran jarak jauh, pengajaran berbasis web, ataupun pembelajaran secara online. Namun apapun sebutan untuk E-learning sebelum populer dengan namanya yang sekarang ini, E-learning sendiri didefinisikan sebagai pembelajaran baik formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, ektsranet, CDROM, Video Tape, DVD, TV, Handphone, PDA dan lain-lain (Tim Peneliti Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, 2005).